Sabtu, 04 Juni 2011

TERUMBU KARANG


Terumbu karang di dunia diperkirakan mencapai 284,300 km2. Terumbu karang dan ekosistem lain yang terkait, seperti padang lamun, rumput laut dan mangove adalah ekosistem laut terkaya di dunia. Wilayah Indonesia mempunyai sekitar 18% terumbu karang dunia, dengan keanekaragaman hayati tertinggi di dunia (lebih dari 18% terumbu karang dunia, serta lebih dari 2500 jenis ikan, 590 jenis karang batu, 2500 jenis Moluska, dan 1500 jenis udang-udangan).
Terumbu karang di Indonesia memberikan keuntungan pendapatan sebesar US$1,6 milyar/tahun. Nilai keseluruhan pelayanan dan sumber dayanya sendiri diperkirakan mencapai setidaknya US$ 61,9 milyar/tahun.
Terumbu karang adalah struktur hidup yang terbesar dan tertua di dunia. Untuk sampai ke kondisi yang sekarang, terumbu karang membutuhkan waktu berjuta tahun. Tergantung dari jenis, dan kondisi perairannya, terumbu karang umumnya hanya tumbuh beberapa mm saja per tahunnya. Yang ada di perairan Indonesia saat ini paling tidak mulai terbentuk sejak 450 juta tahun silam.
Terdapat ribuan spesies yang hidup di kawasan terumbu karang. Namun hanya sebagian yang menghasilkan kalsium karbonat pembentuk terumbu. Organisme pembentuk terumbu yang terpenting adalah hewan karang.
Karang adalah bentukan hewan kecil yang hidup dalam semacam cawan yang terbentuk dari kalsium karbonat (lihat gambar) yang biasa disebut polip karang. Jutaan polip-polip ini membentuk struktur dasar dari terumbu karang.
Hewan karang hidup bersimbiosis dengan alga bersel satu yang disebut zooxanthellae. Zooxanthellae merupakan jenis alga dinoflagelata berwana coklat dan kuning, yang dinyatakan sebagai Symbiodinium microadriaticum. Alga ini juga hidup bersimbiosis dengan hewan-hewan lain di terumbu karang, seperti, kima raksasa (Tridacna spp), anemon laut dan coelenterata lainnya.
Hewan karang mempunyai tentakel (tangan-tangan) untuk menangkap plankton sebagai sumber makanannya, Namun, sumber nutrisi utama hewan karang sebenarnya berasal dari proses fotosintesa zooxanthellae (hampir 98%). Selain itu, zooxanthellae memberi warna pada hewan karang yang sebenarnya hampir transparan. Timbal baliknya, karang menyediakan tempat tinggal dan berlindung bagi sang alga.
Kondisi favorit untuk pertumbuhan optimal terumbu karang
Terumbu karang dapat tumbuh dengan baik di perairan laut dengan suhu 21° – 29° C. Masih dapat tumbuh pada suhu diatas dan dibawah kisaran suhu tersebut, tetapi pertumbuhannya akan sangat lambat. Itulah sebabnya terumbu karang banyak ditemukan di perairan tropis seperti Indonesia dan juga di daerah sub tropis yang dilewari aliran arus hangat dari daerah tropis seperti Florida, Amerika Serikat dan bagian selatan Jepang.
Karang membutuhkan perairan dangkal dan bersih yang dapat ditembus cahaya matahari yang digunakan oleh zooxanthellae untuk berfotosintesis. Pertumbuhan karang pembentuk terumbu pada kedalaman 18 – 29 m sangat lambat tetapi masih ditemukan hingga kedalaman iebih dari 90 m.
Karang memerlukan salinitas yang tinggi untuk tumbuh, oleh karena itu, di sekitar mulut sungai atau pantai atau sekitar pemukiman penduduk akan lambat karena karang membutuhkan perairan yang kadar garamnya sesuai untuk hidup.
Penyebaran Terumbu Karang
Sebagian besar terumbu karang dunia (55%) terdapat Indonesia, Pilipina, Australia Utara dan Kepulauan Pasifik, 30% di Lautan Hindia dan Laut Merah. 14% di Karibia dan 1% di Atlantik Utara.
Terumbu karang Indonesia yang mencapai 60.000 km2 luasnya, sebagian besar berada di Indonesia bagian tengah, Sulawesi, Bali dan Lombok, Papua, Pulau Jawa, Kepulauan Riau dan pantai Barat serta ujung barat daya Pulau Sumatera.
Fungsi Terumbu Karang
  • Pelindung ekosistem pantai
    Terumbu karang akan menahan dan memecah energi gelombang sehingga mencegah terjadinya abrasi dan kerusakan di sekitarnya.
  • Rumah bagi banyak jenis mahluk hidup di laut
    Terumbu karang bagaikan oase di padang pasir untuk lautan. Karenanya banyak hewan dan tanaman yang berkumpul di sini untuk mencari makan, memijah, membesarkan anaknya, dan berlindung. Bagi manusia, ini artinya terumbu karng mempunyai potensial perikanan yang sangat besar, baik untuk sumber makanan maupun mata pencaharian mereka. Diperkirakan, terumbu karang yang sehat dapat menghasilkan 25 ton ikan per tahunnya. Sekitar 500 juta orang di dunia menggantungkan nafkahnya pada terumbu karang, termasuk didalamnya 30 juta yang bergantung secara total  pada terumbu karang sebagai penhidupan.
  • Sumber obat-obatan
    Pada terumbu karang banyak terdapat bahan-bahan kimia yang diperkirakan bisa menjadi obat bagi manusia. Saat ini banyak penelitian mengenai bahan-bahan kimia tersebut untuk dipergunakan untuk mengobati berbagai manusia.
  • Objek wisata
    Terumbu karang yang bagus akan menarik minat wisatawan sehingga meyediakan alternatif pendapatan bagi masyarakat sekitar. Diperkirakan sekitra 20 juta penyelam , menyelam dan menikmati terumbu karang per tahun.
  • Daerah Penelitian
    Penelitian akan menghasilkan informasi penting dan akurat sebagai dasar pengelolaan yang lebih baik. Selain itu, masih banyak jenis ikan dan organisme laut serta zat-zat yang terdapat di kawasan terumbu karang yang belum pernah diketahui manusia sehingga perlu penelitian yang lebih intensif untuk mengetahui ‘misteri’ laut tersebut.
  • Mempunyai nilai spiritual
    Bagi banyak masyarakat, laut adalah daerah spiritual yang sangat penting, Laut yang terjaga karena terumbu karang yang baik tentunya mendukung kekayaan spiritual ini.
Kondisi terumbu karang
http://www.goblue.or.id/wp-content/uploads/2008/04/reef-at-risk.jpg
Namun sayangnya laporan Reef at Risk (2002) menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara dengan status terumbu karang yang paling terancam. Selama 50 tahun terakhir, proporsi penurunan kondisi terumbu karang Indonesia telah meningkat dari 10% menjadi 50%. Lebih lanjut, hasil survey P2O LIPI (2006) menyebutkan bahwa hanya 5,23% terumbu karang di Indonesia yang berada di dalam kondisi yang sangat baik.
Laporan status terumbu karang dunia yang dikeluarkan Global Coral Reef Monitoring Network (GCRMN) menyebutkan bahwa dalam selama 2004 hingga 2008 luasan area terumbu karang semakin menurun. Dalam periode 2004 hingga 2008, 19% luasan terumbu karang dunia telah hilang, 15% terancam hilang 10-20 tahun kedepan dan 20% luasan terancam hilang 20-40 tahun mendatang. Di Indonesia sendiri 34% berada dalam kondisi sangat buruk 42% agak baik sedang hanya 21% dalam kondisi sehat dan 3 % sangat sehat
Ancaman Terhadap Terumbu Karang
Ancaman utama yang tercatat adalah: pembangunan daerah pesisir, polusi laut, sedimentasi dan pencemaran dari darat, overfishing (penangkapan sumberdaya berlebih), destruktif fishing (penangkapan ikan dengan cara merusak), dan pemutihan karang ( coral bleaching ) akibat pemanasan global.
Dalam beberapa tahun terakhir tekanan terhadap terumbu karang semakin bervariasi dan juga semakin meningkat secara kuantitas maupun kualitas. Kejadian gempa bumi yang melanda lautan Indonesia pada 2004 juga mengakibatkan kerusakan pada terumbu namun tidak dapat dibandingkan dengan kerusakan yang disebabkan oleh manusia. Dampak langsung dari perubahan iklim juga semakin banyak terjadi pada banyak terumbu karang. Dari analisis diperkirakan pada 2015, sekitar 50% populasi dunia hidup di sepanjang pesisir, sebuah bahaya yang sangat besar terhadap masa depan terumbu karang. Peningkatan kebutuhan pangan, komersialisasi aktifitas perikanan, dan krisis ekonomi global akan berujung pada penangkapan berlebih dan penurunan stok perikanan terutama di negara-negara miskin.
Untuk mengatasi tantangan ini, kita semua perlu bekerja bersama. Dan terlibat dalam konservasi bisa dimulai dari hal yang sangat mudah, dan tidak njelimet. Mulai dari hal-hal sederhana yang bisa kita lakukan sendiri, bergabung dengan gerakan-gerakan sukarela, atau dengan terlibat langsung di kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan konservasi
Banyak juga sebenarnya inisiatif dan upaya-upaya yang cukup komprehensif untuk konservasi, yang sudah dilakukan banyak pihak yang bisa menginspirasi kita semua.
Tapi intinya, kita harus berkerja sama untuk terumbu karang dan masa depan yang lebih baik…..
Yuuukkkk…
http://www.goblue.or.id/wp-content/uploads/2008/04/rcwithnugie.jpg
What can we do?
Berikut, tips sederhana untuk bisa membantu mengkonservasi terumbu karang dengan sederhana:
  • Terapkan prinsip 3 R (reduce-reuse-recycle) dan hemat energi. Terumbu karang adalah ekosistem yang sangat peka terhadap perubahan iklim. Kenaikan suhu sedikit saja dapat memicu pemutihan karang (coral bleaching). Mass coral bleaching dapat diikuti oleh kematian massal terumbu karang, seperti yang terjadi di hampir seluruh kawasan tropis 97-98, di Australia, 2002, dan di Karibia, 2006. Kejadian coral bleaching terbaru tahun 2010 melanda banyak sekali lokasi di Indonesia (laporan kejadian coral bleaching 2010) Jadi apapun yang dapat kita lakukan untuk mengurangi dampak global warming, akan sangat membantu terumbu karang.
  • Buang sampah pada tempatnya. Hewan laut sering terkait pada sampah-sampah sehingga mengganggu gerakannya. Sampah plastik yang transparan banyak dibuktikan termakan oleh penyu karena tampak seperti ubur-ubur. Sampah plastik ini akan mengganggu pencernaanya. Dibanyak lokasi terumbu juga dijumpai karang dan biota laut lainnya yang bersifat bentik, sessile (tidak dapat berpindah) yang mati akibat tertutup lembaran-lembaran plastik. Ingat,plastik tidak hancur dalam satu malam saja!
  • Apabila Anda berlibur, pilih dan pastikan operator/agen/tour Anda menerapkan prinsip ramah lingkungan.
  • Bergabung dengan jejaring informasi , milist-milist lingkungan, berbagi ilmu, informasi, pendapat, dan saling berdiskusi, ajak orang lain untuk terlibat, membangun trend dan gerakan, GAYA HIDUP yang ramah lingkungan.
  • Bergabung dengan gerakan-gerakan sukarelawan, atau terlibat aktif dalam kegiatan pelestarian lingkungan. Ada berbagai kegiatan yang bisa rekan-rekan ikuti, seperti jaringan sukarelawan survei terumbu karang (JKRI), trip-trip penelitian, reboisasi, magang di lembaga pelestarian lingkungan dan lain-lainnya (volunteer Reef Check).
Dari hasil studi awal penerapan teknologi terumbu karang buatan dapat ditarik kesimpulan bahwa ;
  1. Keberhasilan dalam Penerapan teknologi terumbu karang buatan ditentukan oleh jenis dan bentuk material TKB, kesesuaian parameter lingkungan melalui inventarisasi data, baik sekunder maupun data insitu, pelaksanaan survei penanaman, dan terutama peruntukan program terumbu karang buatan itu sendiri.
  2. Peruntukan dalam rangka restorasi habitat terumbu karang alami memerlukan bahan yang kuat dan tahan lama, sedangkan peruntukan bagi peningkatan produktifitas perikanan dapat berupa bahan yang murah dan mudah di dapat di sekitar lokasi serta tidak mengandung bahan toxic/pencemar.
  3. Bahan yang paling baik dalam program terumbu karang buatan yang bertujuan untuk merehabilitasi habitat terumbu karang alami yang rusak dan untuk meningkatkan produktifitas perikanan adalah bahan dari beton, hal ini disebabkan beton tidak mengandung bahan toxic, memiliki permukaan kasar sebagai media untuk biota penempel, stabil di dalam air, kuat dan tahan pada waktu lama, serta mudah dibentuk sesuai model yang dikehendaki.
Pelaksanaan monitoring dan evaluasi perlu dilakukan untuk melihat perkembangan kepadatan dan jumlah species biota laut selama jangka waktu tertentu dan mengevaluasi pengaruhnya terhadap sosial ekonomi masyarakat sekitarnya.
Mengkritisi Efektivitas Terumbu Karang Buatan di Provinsi Kepulauan bangka Belitung
Banyak program rehabilitasi ekosistem terumbu karang terbukti tidak efektif atau layak dalam skala besar (km2), baik secara ekonomis maupun ekologis. Tidak masuk akal bila rehabilitasi yang mahal dilakukan pada saat faktor kerusakan tetap terjadi. Selanjutnya, proses pemulihan alamiah mungkin sudah terjadi dan dapat terganggu dengan kegiatan rehabilitasi ini dan malah dapat lebih merugikan daripada menguntungkan. Penilaian dilakukan secara hati-hati sebelum menentukan apakah intervensi aktif dapat lebih berguna. Dalam banyak kasus, pemulihan alamiah lebih baik daripada “penyembuhan” yang riskan dan mahal. Program konservasi dengan melibatkan peran serta masyarakat peisir untuk menjaga dan mengelola ekosistem terumbu karang jauh lebih mudah dan murah dibandingkan dengan memperbaiki (rehabilitasi). Jika demikian, apakah pemasangan terumbu karang buatan dengan biaya yang mahal akan meninggkatkan keberhasilan pemulihan karang? atau dengan membiarkan proses pemulihan secara alami dengan biaya yang lebih efisien bahkan tanpa biaya jauh lebih efektif dan efisien untuk dilakukan?
Dampak Penambangan Timah dan Ekosistem Terumbu Karang

Sekitar sepuluh tahun berlalu sejak Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No 146/MPP/Kep/4/1999 mengenai pencabutan timah sebagai komoditas strategis sehingga penambangan timah skala masyarakat diperbolehkan, kini penambangan timah di darat Pulau Bangka dan Belitung dirasa mulai tidak potensial lagi untuk dilakukan. Hasil yang didapat dari penambangan timah darat semakin sedikit sedangkan biaya operasional terus meningkat. Apalagi lokasi penambangan timah darat semakin sulit karena hutan lindung dan daerah serapan air pun telah banyak dijarah oleh keserakahan penambangan timah inkonvensional (TI) di darat.

Saat ini tren penambangan timah di Pulau Bangka mulai bergeser ke daerah laut. PT Timah Tbk bersama mitranya semakin menambah armada kapal keruk dan kapal hisap. Smelter-smelter pun ikut berlomba-lomba mendatangkan kapal hisap-kapal hisap baru. Masyarakat pesisir mulai banyak yang beralih dari nelayan ikan menjadi nelayan timah (fisher tin). Perahu-perahu mereka tak lagi menangkap ikan tapi berganti untuk memburu timah di daerah pesisir pantai. Selain itu, banyak pula jenis TI Apung ponton dan penambangan timah di daerah pinggir pantai. Dampaknya, kerusakan pesisir di Pulau Bangka terutama ekosistem terumbu karang terus meningkat.

Terumbu karang memang merupakan ekosistem yang memiliki nilai ekonomis dan ekologis tinggi. Namun, ekosistem yang kaya ini sangat rapuh terhadap perubahan lingkungan yang membuat ekosistem ini merana dan akhirnya mati. Sebagai bentuk kepedulian pihak swasta yang menambang timah di daerah laut (termasuk PT Timah Tbk) dan pemerintah daerah terhadap kerusakan ekosistem ini adalah dengan membuat ekosistem terumbu karang buatan. Ini merupakan salahsatu bentuk tanggung jawab mereka terhadap kerusakan ekosistem terumbu karang yang semakin nyata di pulau ini terhadap generasi masa depan mengingat ekosistem terumbu karang merupakan sumber pangan masa depan karena merupakan tempat tinggal, tempat memijah dan tempat berlindung biota-biota laut yang kaya dengan sumber protein. Dari 1 km2 terumbu karang yang sehat, dapat diperoleh 20 ton ikan yang cukup untuk memberi makan 1.200 orang di wilayah pesisir setiap tahun (Burke et al., 2002). Selain itu, ekosistem ini merupakan ”pelindung alami” daerah pesisir dari abrasi pantai yang jika menggunakan penahan ombak buatan akan menghabiskan anggaran yang sangat mahal dan ekosistem ini merupakan potensi besar bagi perkembangan wisata bahari yang akan dijadikan sebagai sektor unggulan pasca penambangan timah di daerah ini.
Upaya Rehabilitasi Terumbu Karang

Penanaman terumbu karang buatan merupakan salahsatu langkah rehabilitasi ekosistem terumbu karang di Pulau Bangka khususnya dan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada umumnya. Penanaman terumbu karang buatan diharapkan dapat membantu dan mempercepat pemulihan terumbu karang yang rusak dengan meningkatkan atau menambah proses alamiah dari kemampuan pemulihan karang. Pemerintah Daerah Kabupaten Bangka pada tahun 2008 talah melakukan penanaman sebanyak 100 buah terumbu karang buatan yang terbuat dari beton senilai Rp 890 juta dari dana APBD murni tahun 2008. Terumbu karang buatan sudah disebar di sepanjang pantai Parai Tenggiri Sungailiat, yang berlokasi dua mil dari bibir obyek wisata pantai paling terkenal di Pulau Bangka (antaranews.com, 07 November 2008). Dijelaskan bahwa proyek peyebaran terumbu karang buatan ini untuk melestarikan dan meningkatkan aneka jenis spesies kembali biota laut. Tahun 2009 Propinsi Kepulauan Bangka Belitung melalui Dinas Kelautan dan Perikanan telah menyiapkan dana untuk mengadakan proyek penanaman karang buatan di 500 titik yang tersebar di seluruh kawasan Propinsi ini dengan anggaran yang jauh lebih besar. Tapi, apakah penanaman terumbu karang buatan yang menghabiskan dana miliaran rupiah tiap tahunnya di propinsi ini merupakan langkah yang paling efektif dan efisien?
Penanaman Terumbu Karang Buatan

Ada beberapa macam metode rehabilitasi karang, salah satunya adalah dengan pemasangan atau penanaman terumbu karang buatan. Untuk menentukan bentuk konstruksi, bahan dan metode pemasangan harus dilakukan kajian awal agar proyek rehabilitasi yang mahal ini memberikan hasil sesuai dengan yang diharapkan. Kajian itu pun dilakukan dengan melihat faktor oseanografi, topografi dasar perairan dan penelitian ekosistem terumbu karang di sekitar lokasi pemasangan. Metode-metode perbaikan kondisi untuk pertumbuhan karang harus dapat menghilangkan tekanan yang ada. Ini harus selalu menjadi prioritas utama karena pemasangan terumbu karang buatan diharapkan pula dapat mendorong proses pemulihan alami ekosistem terumbu karang. Belajar dari proyek pemasangan terumbu karang di Pantai Utara Jawa Tengah yang telah menghabiskan dana miliaran rupiah namun hampir tidak menunjukkan hasil karena tidak menggunakan penelitian awal (kompas, 2 Oktober 2006).
Teknik Pembuatan Terumbu karang Tidak Efektif

Terumbu karang buatan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung biasanya dibuat dengan bentuk mangkuk yang diberi lobang dari bahan beton. Terumbu karang buatan ini diletakkan di sekitar ekosistem terumbu karang dengan harapan agar dapat menjadi tempat larva karang menempel dan tempat bermain berbagai jenis ikan. Apakah itu hasil yang diperoleh? Karang buatan yang berbahan dasar beton bukan hanya menjadi tempat menempel karang, namun menjadi tempat tumbuhnya alga dan biota laut bercangkang seperti teritip. Selain itu, bentuk mangkok dengan diberi lobang dengan diameter tertentu hanya akan menjadi tempat berlindung jenis-jenis ikan tertentu saja. Biaya pemasangan terumbu karang buatan atau substrat buatan yang mahal untuk daerah yang luas seharusnya dilarang untuk terumbu karang yang terdegradasi dalam daerah perluasan yang besar. Patahan-patahan karang yang mati (rubber) sebenarnya dapat menjadi substrat yang sesuai untuk menempelnya larva-larva karang yang kemudian tumbuh menjadi organisme baru dalam memulihkan ekosistem terumbu karang alami tanpa harus membuat terumbu karang buatan dengan biaya yang mahal.

Banyak program rehabilitasi ekosistem terumbu karang terbukti tidak efektif atau layak dalam skala besar (km2), baik secara ekonomis maupun ekologis. Tidak masuk akal bila rehabilitasi yang mahal dilakukan pada saat faktor kerusakan tetap terjadi. Selanjutnya, proses pemulihan alamiah mungkin sudah terjadi dan dapat terganggu dengan kegiatan rehabilitasi ini dan malah dapat lebih merugikan daripada menguntungkan. Penilaian dilakukan secara hati-hati sebelum menentukan apakah intervensi aktif dapat lebih berguna. Dalam banyak kasus, pemulihan alamiah lebih baik daripada “penyembuhan” yang riskan dan mahal. Program konservasi dengan melibatkan peran serta masyarakat peisir untuk menjaga dan mengelola ekosistem terumbu karang jauh lebih mudah dan murah dibandingkan dengan memperbaiki (rehabilitasi). Jika demikian, apakah pemasangan terumbu karang buatan dengan biaya yang mahal akan meninggkatkan keberhasilan pemulihan karang? atau dengan membiarkan proses pemulihan secara alami dengan biaya yang lebih efisien bahkan tanpa biaya jauh lebih efektif dan efisien untuk dilakukan?.



http://profile.ak.facebook.com/v225/1829/17/s1660585454_3926.jpg

Written By : Indra Ambalika, S.Pi
Ketua Tim Eksplorasi Terumbu Karang – Universitas Bangka Belitung
Kepala Laboratorium Perikanan FPPB – UBB (indra-ambalika[At]ubb.ac.id)

Dikirim oleh Admin
Tanggal 2009-09-02
Jam 14:15:14



Ember (dari bahasa Belanda emmer) ialah sebuah alat kedap air berbentuk silinder maupun terpotong kedap air dan vertikal, dengan bagian atas terbuka dan bagian bawah yang datar, biasanya dilengkapi dengan timbaan berbentuk setengah lingkaran. Ember telah digunakan sejak masa kuno, terutama untuk memindahkan air dari keran maupun sumur ke penampungan air tetap seperti lubang air dan tong. Ember juga digunakan untuk memuat cat, pasir, dan bahan makanan.
Terumbu karang secara umum dapat dinisbatkan kepada struktur fisik beserta ekosistem yang menyertainya yang secara aktif membentuk sedimentasi kalsium karbonat akibat aktivitas biologi (biogenik) yang berlangsung di bawah permukaan laut.[1] Bagi ahli geologi, terumbu karang merupakan struktur batuan sedimen dari kapur (kalsium karbonat) di dalam laut, atau disebut singkat dengan terumbu.[1] Bagi ahli biologi terumbu karang merupakan suatu ekosistem yang dibentuk dan didominasi oleh komunitas koral.[1]
Dalam peristilahan 'terumbu karang', "karang" yang dimaksud adalah koral, sekelompok hewan dari ordo Scleractinia yang menghasilkan kapur sebagai pembentuk utama terumbu.[5] Terumbu adalah batuan sedimen kapur di laut, yang juga meliputi karang hidup dan karang mati yang menempel pada batuan kapur tersebut.[5] Sedimentasi kapur di terumbu dapat berasal dari karang maupun dari alga.[5] Secara fisik terumbu karang adalah terumbu yang terbentuk dari kapur yang dihasilkan oleh karang.[5] Di Indonesia semua terumbu berasal dari kapur yang sebagian besar dihasilkan koral.[5] Kerangka karang mengalami erosi dan terakumulasi menempel di dasar terumbu.[5]

[sunting] Habitat

Terumbu karang pada umumnya hidup di pinggir pantai atau daerah yang masih terkena cahaya matahari kurang lebih 50 m di bawah permukaan laut.[1] Beberapa tipe terumbu karang dapat hidup jauh di dalam laut dan tidak memerlukan cahaya, namun terumbu karang tersebut tidak bersimbiosis dengan zooxanhellae dan tidak membentuk karang.[1]
Ekosistem terumbu karang sebagian besar terdapat di perairan tropis, sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan hidupnya terutama suhu, salinitas, sedimentasi, Eutrofikasi dan memerlukan kualitas perairan alami (pristine).[2] Demikian halnya dengan perubahan suhu lingkungan akibat pemanasan global yang melanda perairan tropis di tahun 1998 telah menyebabkan pemutihan karang (coral bleaching) yang diikuti dengan kematian massal mencapai 90-95%.[2] Selama peristiwa pemutihan tersebut, rata-rata suhu permukaan air di perairan Indonesia adalah 2-3 °C di atas suhu normal.[2]

[sunting] Kondisi optimum

Untuk dapat bertumbuh dan berkembang biak secara baik, terumbu karang membutuhkan kondisi lingkungan hidup yang optimal, yaitu pada suhu hangat sekitar di atas 20oC.[1] Terumbu karang juga memilih hidup pada lingkungan perairan yang jernih dan tidak berpolusi.[1] Hal ini dapat berpengaruh pada penetrasi cahaya oleh terumbu karang.[1]
Beberapa terumbu karang membutuhkan cahaya matahari untuk melakukan kegiatan fotosintesis.[1] Polip-polip penyusun terumbu karang yang terletak pada bagian atas terumbu karang dapat menangkap makanan yang terbawa arus laut dan juga melakukan fotosintesis.[1] Oleh karena itu, oksigen-oksigen hasil fotosintesis yang terlarut dalam air dapat dimanfaatkan oleh spesies laut lainnya.[1] Hewan karang sebagai pembangun utama terumbu adalah organisme laut yang efisien karena mampu tumbuh subur dalam lingkungan sedikit nutrien (oligotrofik).[2]

[sunting] Fotosintesis

Proses fotosintesis oleh alga menyebabkan bertambahnya produksi kalsium karbonat dengan menghilangkan karbon dioksida dan merangsang reaksi kimia sebagai berikut[6]:
Ca(HCO3) CaCO3 + H2CO3 H2O + CO2
Fotosintesis oleh algae yang bersimbiosis membuat karang pembentuk terumbu menghasilkan deposit cangkang yang terbuat dari kalsium karbonat, kira-kira 10 kali lebih cepat daripada karang yang tidak membentuk terumbu (ahermatipik) dan tidak bersimbiose dengan zooxanthellae.[3]

[sunting] Di Indonesia dan Indo Pasifik

Terumbu karang merupakan salah satu komponen utama sumber daya pesisir dan laut, disamping hutan mangrove dan padang lamun.[7] Terumbu karang dan segala kehidupan yang ada didalamnya merupakan salah satu kekayaan alam yang dimiliki bangsa Indonesia yang tak ternilai harganya.[7] Diperkirakan luas terumbu karang yang terdapat di perairan Indonesia adalah lebih dari 60.000 km2, yang tersebar luas dari perairan Kawasan Barat Indonesia sampai Kawasan Timur Indonesia.[7] Contohnya adalah ekosistem terumbu karang di perairan Maluku dan Nusa Tenggara.[5]
Indonesia merupakan tempat bagi sekitar 1/8 dari terumbu karang Dunia dan merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman biota perairan dibanding dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya.[7]
Bentangan terumbu karang yang terbesar dan terkaya dalam hal jumlah spesies karang, ikan, dan moluska terdapat pada regional Indo-Pasifik yang terbentang mulai dari Indonesia sampai ke Polinesia dan Australia lalu ke bagian barat yaitu Samudera Pasifik sampai Afrika Timur.[8]

[sunting] Manfaat

karang sebagai tempat hidup ikan
Terumbu karang mengandung berbagai manfaat yang sangat besar dan beragam, baik secara ekologi maupun ekonomi.[9] Estimasi jenis manfaat yang terkandung dalam terumbu karang dapat diidentifikasi menjadi dua yaitu manfaat langsung dan manfaat tidak langsung.[7]
Manfaat dari terumbu karang yang langsung dapat dimanfaatkan oleh manusia adalah[3]:
  • sebagai tempat hidup ikan yang banyak dibutuhkan manusia dalam bidang pangan, seperti ikan kerapu, ikan baronang, ikan ekor kuning), batu karang,
  • pariwisata, wisata bahari melihat keindahan bentuk dan warnanya.
  • penelitian dan pemanfaatan biota perairan lainnya yang terkandung di dalamnya.
Sedangkan yang termasuk dalam pemanfaatan tidak langsung adalah sebagai penahan abrasi pantai yang disebabkan gelombang dan ombak laut, serta sebagai sumber keanekaragaman hayati.[9].

[sunting] Klasifikasi

[sunting] Berdasarkan kemampuan memproduksi kapur

[sunting] Karang hermatipik

Karang hermatifik adalah karang yang dapat membentuk bangunan karang yang dikenal menghasilkan terumbu dan penyebarannya hanya ditemukan di daerah tropis.[10]
Karang hermatipik bersimbiosis mutualisme dengan zooxanthellae, yaitu sejenis algae uniseluler (Dinoflagellata unisuler), seperti Gymnodinium microadriatum, yang terdapat di jaringan-jaringan polip binatang karang dan melaksanakan Fotosintesis.[6] Dalam simbiosis, zooxanthellae menghasilkan oksigen dan senyawa organik melalui fotosintesis yang akan dimanfaatkan oleh karang, sedangkan karang menghasilkan komponen inorganik berupa nitrat, fosfat dan karbon dioksida untuk keperluan hidup zooxanthellae[2]. Hasil samping dari aktivitas ini adalah endapan kalsium karbonat yang struktur dan bentuk bangunannya khas.[8] Ciri ini akhirnya digunakan untuk menentukan jenis atau spesies binatang karang.[8]
Karang hermatipik mempunyai sifat yang unik yaitu perpaduan antara sifat hewan dan tumbuhan sehingga arah pertumbuhannya selalu bersifat Fototropik positif.[8] Umumnya jenis karang ini hidup di perairan pantai /laut yang cukup dangkal dimana penetrasi cahaya matahari masih sampai ke dasar perairan tersebut.[8] Disamping itu untuk hidup binatang karang membutuhkan suhu air yang hangat berkisar antara 25-32 °C.[8].

[sunting] Karang ahermatipik

Karang ahermatipik tidak menghasilkan terumbu dan ini merupakan kelompok yang tersebar luas diseluruh dunia.[10]

[sunting] Berdasarkan bentuk dan tempat tumbuh

[sunting] Terumbu (reef)

Endapan masif batu kapur (limestone), terutama kalsium karbonat (CaCO3), yang utamanya dihasilkan oleh hewan karang dan biota-biota lain, seperti alga berkapur, yang mensekresi kapur, seperti alga berkapur dan Mollusca.[10] Konstruksi batu kapur biogenis yang menjadi struktur dasar suatu ekosistem pesisir.[8] Dalam dunia navigasi laut, terumbu adalah punggungan laut yang terbentuk oleh batuan kapur (termasuk karang yang masuh hidup)di laut dangkal.[8]

[sunting] Karang (koral)

Disebut juga karang batu (stony coral), yaitu hewan dari Ordo Scleractinia, yang mampu mensekresi CaCO3.[8] Karang batu termasuk ke dalam Kelas Anthozoa yaitu anggota Filum Coelenterata yang hanya mempunyai stadium polip.[2] Dalam proses pembentukan terumbu karang maka karang batu (Scleratina) merupakan penyusun yang paling penting atau hewan karang pembangun terumbu.[10] Karang adalah hewan klonal yang tersusun atas puluhan atau jutaan individu yang disebut polip.[8] Contoh makhluk klonal adalah tebu atau bambu yang terdiri atas banyak ruas.[8]

[sunting] Karang terumbu

Pembangun utama struktur terumbu, biasanya disebut juga sebagai karang hermatipik (hermatypic coral) atau karang yang menghasilkan kapur.[8] Karang terumbu berbeda dari karang lunak yang tidak menghasilkan kapur, berbeda dengan batu karang (rock) yang merupakan batu cadas atau batuan vulkanik.[8]

[sunting] Terumbu karang

Ekosistem di dasar laut tropis yang dibangun terutama oleh biota laut penghasil kapur (CaCO3) khususnya jenis­-jenis karang batu dan alga berkapur, bersama-sama dengan biota yang hidup di dasar lainnya seperti jenis­-jenis moluska, Krustasea, Echinodermata, Polikhaeta, Porifera, dan Tunikata serta biota-biota lain yang hidup bebas di perairan sekitarnya, termasuk jenis-jenis Plankton dan jenis-jenis nekton.[6]

[sunting] Berdasarkan letak[1]

[sunting] Terumbu karang tepi

Terumbu karang tepi atau karang penerus atau fringing reefs adalah jenis terumbu karang paling sederhana dan paling banyak ditemui di pinggir pantai yang terletak di daerah tropis. Terumbu karang tepi berkembang di mayoritas pesisir pantai dari pulau-pulau besar. Perkembangannya bisa mencapai kedalaman 40 meter dengan pertumbuhan ke atas dan ke arah luar menuju laut lepas. Dalam proses perkembangannya, terumbu ini berbentuk melingkar yang ditandai dengan adanya bentukan ban atau bagian endapan karang mati yang mengelilingi pulau. Pada pantai yang curam, pertumbuhan terumbu jelas mengarah secara vertikal.
Contoh: Bunaken (Sulawesi), Pulau Panaitan (Banten), Nusa Dua (Bali).

[sunting] Terumbu karang penghalang

Secara umum, terumbu karang penghalang atau barrier reefs menyerupai terumbu karang tepi, hanya saja jenis ini hidup lebih jauh dari pinggir pantai. Terumbu karang ini terletak sekitar 0.5­2 km ke arah laut lepas dengan dibatasi oleh perairan berkedalaman hingga 75 meter. Terkadang membentuk lagoon (kolom air) atau celah perairan yang lebarnya mencapai puluhan kilometer. Umumnya karang penghalang tumbuh di sekitar pulau sangat besar atau benua dan membentuk gugusan pulau karang yang terputus-putus.
Contoh: Batuan Tengah (Bintan, Kepulauan Riau), Spermonde (Sulawesi Selatan), Kepulauan Banggai (Sulawesi Tengah).

[sunting] Terumbu karang cincin

atolls
Terumbu karang cincin atau attols merupakan terumbu karang yang berbentuk cincin dan berukuran sangat besar menyerupai pulau. Atol banyak ditemukan pada daerah tropis di Samudra Atlantik. Terumbu karang yang berbentuk cincin yang mengelilingi batas dari pulau­-pulau vulkanik yang tenggelam sehingga tidak terdapat perbatasan dengan daratan.

[sunting] Terumbu karang datar

Terumbu karang datar atau gosong terumbu (patch reefs), kadang-kadang disebut juga sebagai pulau datar (flat island). Terumbu ini tumbuh dari bawah ke atas sampai ke permukaan dan, dalam kurun waktu geologis, membantu pembentukan pulau datar. Umumnya pulau ini akan berkembang secara horizontal atau vertikal dengan kedalaman relatif dangkal.
Contoh: Kepulauan Seribu (DKI Jakarta), Kepulauan Ujung Batu (Aceh)

[sunting] Berdasarkan zonasi

[sunting] Terumbu yang menghadap angin

Terumbu yang menghadap angin (dalam bahasa Inggris: Windward reef) Windward merupakan sisi yang menghadap arah datangnya angin.[1] Zona ini diawali oleh lereng terumbu yang menghadap ke arah laut lepas.[1] Di lereng terumbu, kehidupan karang melimpah pada kedalaman sekitar 50 meter dan umumnya didominasi oleh karang lunak.[1] Namun, pada kedalaman sekitar 15 meter sering terdapat teras terumbu yang memiliki kelimpahan karang keras yang cukup tinggi dan karang tumbuh dengan subur.[1]
Mengarah ke dataran pulau atau gosong terumbu, di bagian atas teras terumbu terdapat penutupan alga koralin yang cukup luas di punggungan bukit terumbu tempat pengaruh gelombang yang kuat.[1] Daerah ini disebut sebagai pematang alga.[1] Akhirnya zona windward diakhiri oleh rataan terumbu yang sangat dangkal.[1]

[sunting] Terumbu yang membelakangi angin

Terumbu yang membelakangi angin (Leeward reef) merupakan sisi yang membelakangi arah datangnya angin.[1] Zona ini umumnya memiliki hamparan terumbu karang yang lebih sempit daripada windward reef dan memiliki bentangan goba (lagoon) yang cukup lebar.[1] Kedalaman goba biasanya kurang dari 50 meter, namun kondisinya kurang ideal untuk pertumbuhan karang karena kombinasi faktor gelombang dan sirkulasi air yang lemah serta sedimentasi yang lebih besar.[1]

[sunting] Kerusakan terumbu karang

Indonesia merupakan negara yang mempunyai potensi terumbu karang terbesar di dunia.[9] Luas terumbu karang di Indonesia diperkirakan mencapai sekitar 60.000 km2.[9] Hal tersebut membuat Indonesia menjadi negara pengekspor terumbu karang pertama di dunia.[9] Dewasa ini, kerusakan terumbu karang, terutama di Indonesia meningkat secara pesat.[9] Terumbu karang yang masih berkondisi baik hanya sekitar 6,2%.[9] Kerusakan ini menyebabkan meluasnya tekanan pada ekosistem terumbu karang alami.[9] Meskipun faktanya kuantitas perdagangan terumbu karang telah dibatasi oleh Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES), laju eksploitasi terumbu karang masih tinggi karena buruknya sistem penanganannya.[3]
Beberapa aktivitas manusia yang dapat merusak terumbu karang[11]:
  • membuang sampah ke laut dan pantai yang dapat mencemari air laut
  • membawa pulang ataupun menyentuh terumbu karang saat menyelam, satu sentuhan saja dapat membunuh terumbu karang
  • pemborosan air, semakin banyak air yang digunakan maka semakin banyak pula limbah air yang dihasilkan dan dibuang ke laut.
  • pengunaan pupuk dan pestisida buatan, seberapapun jauh letak pertanian tersebut dari laut residu kimia dari pupuk dan pestisida buatan pada akhinya akan terbuang ke laut juga.
  • Membuang jangkar pada pesisir pantai secara tidak sengaja akan merusak terumbu karang yang berada di bawahnya.
  • terdapatnya predator terumbu karang, seperti sejenis siput drupella.
  • penambangan
  • pembangunan pemukiman
  • reklamasi pantai
  • polusi
  • penangkapan ikan dengan cara yang salah, seperti pemakaian bom ikan
  • Kapanlagi.com - Kerusakan terumbu karang laut di Indonesia hingga saat ini mencapai 30% dari luas sekitar 60.000 kilometer, kata peneliti lingkungan Prof Asikin Jamali di Jakarta, Senin (04/05).
  • "Kerusakan terumbu karang tersebut akibat penggunaan racun potasium, penangkapan ikan dengan bahan peledak serta pengambilan karang untuk bahan bangunan," katanya yang dihubungi melalui telepon.
  • Asikin yang aktif di Pusat Penelitian Oseanografi itu, berharap melalui Konferensi Kelautan Dunia (World Ocean Conference/WOC) yang akan digelar di Manado, Provinsi Sulawesi Utara pada 11-15 Mei 2009, kerusakan terumbu karang mendapat perhatian serius dari semua delegasi.
  • "Kerusakan terumbu karang di Indonesia bukan saja masalah kita, namun ini juga berpengaruh terhadap perairan laut dunia," ucapnya.
  • Ia mengatakan, keberadaan terumbu karang sangat bermanfaat bagi biota laut, sebab fotosintesis yang dihasilkan mampu memberikan oksigen bagi kehidupan lingkungan habitat itu.
  • Menurutnya penanaman terumbu karang buatan salah satu upaya untuk menjaga ekosistem laut. "Upaya pelestarian laut yang dilakukan masyarakat pesisir telah dilakukan di sejumlah perairan Indonesia. Untuk keberlanjutannya sudah tentu harus mendapat dukungan dana yang memadai," katanya.
  • Seperti diberitakan sebelumnya, Dirjen Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil (KP3K) Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), Syamsul Maarif mengatakan ada janji dari berbagai pihak untuk memberikan dana untuk CTI (Coral Triangle Initiative), lebih dari US$300 juta. (kpl/bar)